Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Indeks Berita

NALAR KRITIS PENDIDIKAN

Senin | Desember 30, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-12-30T16:46:01Z

Penulis : Sabarita Br Tarigan (Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pendidikan Dasar UIN Syahada Padangsidimpuan)


Padangsidimpuan | Faktual86.com : Ah, itu hanya teori! Pernyataan ini kerap diungkapkan oleh para penganut pragmatisme, yang lebih mengutamakan manfaat praktis ketimbang terjebak dalam teori semata. Namun, sering kali terlupakan bahwa teori berasal dari proses eksperimen yang panjang. Teori mencerminkan hasil analisis yang mendalam. Dari riset dan eksperimen inilah para peneliti atau akademisi menarik kesimpulan yang dikenal sebagai teori. Teori itu kemudian dianalisis ulang, dikaji kembali dan diimplementasikan. Jika ada ketidak sesuaian (anomali science) maka akan terlahir teori baru normal science, lantas lahirlah teori baru, dan akan kembali ke normal science, begitu seterusnya. Namun jika tidak ada teori yang mampu mematahkan teori sebelumnya maka ia akan tetap menjadi teori yang baku. 


Selain mempelajari berbagai hal, manusia juga berusaha memahami dirinya sendiri. Beragam upaya telah dilakukan untuk mencapai pemahaman ini, yang kemudian melahirkan berbagai teori tentang manusia dan akhirnya berkembang menjadi disiplin ilmu psikologi, yang mempelajari perilaku dan fungsi mental. Namun, psikologi ternyata belum mampu mengatasi keresahan manusia terhadap dirinya sendiri. Manusia tetap menjadi objek yang misterius dan penuh pertanyaan, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan, terutama mengenai "cara berpikir manusia." 


Para ahli kemudian melakukan banyak penelitian pada hewan, anak-anak, dan berbagai studi lainnya untuk mengungkap cara belajar manusia.


Dari berbagai upaya tersebut, muncul teori-teori belajar yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh, sebagian besar dari kalangan psikolog, seperti Watson, Maslow, Pavlov, Skinner, Piaget, Vygotsky, Carl Rogers, dan lainnya. Penelitian dan pengamatan mereka menghasilkan pemahaman serta konsep mengenai belajar atau teori belajar. Dari banyaknya teori yang ada, kali ini akan dibahas teori belajar yang paling populer, yaitu teori belajar behavioristik.


Teori Belajar Behavioristik.

Mengapa tokoh-tokoh dalam teori belajar mayoritas berasal dari para psikolog?

Seorang pendidik, secara emosional, harus mampu mengenali peserta didiknya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam literatur psikologi banyak ditemukan teori-teori belajar yang berasal dari berbagai aliran psikologi. Kajian psikologi ini melahirkan banyak teori belajar, salah satunya adalah teori belajar behavioristik. Teori ini berfokus pada pemahaman perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Salah satu tokoh yang berperan penting dalam mempopulerkan teori ini adalah John Broadus Watson. Mungkin sebagian dari kita beranggapan bahwa psikologi membahas hal-hal yang abstrak dan tidak terlihat, seperti "jiwa." Namun, anggapan ini tidak sepenuhnya benar, karena behaviorisme menolak dengan tegas unsur-unsur kesadaran yang dianggap tidak nyata oleh objek studinya. Objek kajian behaviorisme justru adalah hal-hal yang dapat diukur dan diprediksi, yaitu "perilaku."


Perilaku adalah hasil dari refleksi atas apa yang dipikirkan oleh manusia. Dengan kata lain, isi pikiran seseorang bergantung pada bagaimana ia merespons lingkungannya, konsep yang dikenal sebagai refleksiologi. Dari sini, kita dapat membaca pikiran seseorang melalui gerakan tubuhnya. Misalnya, kita bisa menyimpulkan bahwa seseorang sedang marah, sedih, atau bahagia hanya dari ekspresi wajahnya.


 Refleks gerakan tubuh tersebut mencerminkan isi pikiran dan perasaan seseorang. Poin penting dari teori ini adalah bahwa seseorang dianggap telah belajar jika ia dapat menunjukkan perubahan dalam perilakunya. Oleh karena itu, perilaku menjadi indikator utama untuk menilai hasil belajar siswa. Seorang anak tidak bisa dianggap lulus dalam menghitung perkalian jika ia belum mampu menerapkan perhitungan tersebut dalam situasi nyata.


“Kualitas Pemikiran Dimasa Depan Di Tentukan Oleh Kualitas Pendidikan Saat Ini. Proses Pembelajaran Anak Didik Menentukan Arah Masa Depan Mereka”. (Radiman L).

×
Berita Terbaru Update