Medan | Faktual86.com : Suasana liburan keluarga di Hari Kemerdekaan diwarnai kekecewaan seorang pengunjung Resto Budaya Land, Jalan Medan–Tanjung Morawa KM 12, Minggu (17/08/25) sore. Seorang pengunjung berinisial AP (48) mengaku kesal lantaran dilarang oleh oknum karyawan Coffe Shop Budaya Land saat mengabadikan momen kebahagiaan keluarganya dihari kemerdekaan dengan handycam.
AP memilih Resto Budaya sebagai lokasi berlibur bersama keluarga karena jaraknya yang relatif dekat dari rumah. Setibanya sekitar pukul 14.00 WIB, AP sempat merekam suasana makan bersama keluarga menggunakan handycam tanpa masalah.
Setelah makan bersama, sebagian keluarga menuju wahana permainan di area Budaya Land, sementara yang lain memilih bersantai di Coffe Shop pinggir danau sambil menikmati kopi dan makanan. Anak-anak tampak riang bersepeda mengelilingi danau.
Namun, ketika AP kembali mengabadikan momen anak-anak dengan handycam, tiba-tiba seorang karyawan perempuan menghampiri dan melarang. Ketegangan sempat terjadi karena keluarga AP merasa keberatan.
“Saya hanya ingin merekam anak-anak yang sedang bermain sepeda. Tapi karyawan itu bilang kalau mau merekam pakai handycam, minimal harus belanja satu juta rupiah. Kalau di bawah itu, hanya boleh pakai handphone. Padahal, total belanja kami di resto dan wahana anak-anak sudah hampir mencapai lebih dari tiga juta rupiah,” ungkap AP.
Meski sempat kesal, AP memilih meredam perdebatan agar momen kebersamaan di Hari Kemerdekaan tidak rusak.
Sebelum pulang, AP kembali menghampiri kembali karyawan tersebut yang belakangan diketahui berinisial HA untuk meminta penjelasan lebih lengkap. Dari keterangan yang diperoleh, aturan itu memang ditetapkan manajemen.
“Kalau untuk foto keluarga biasa atau pakai flash bisa beda tarif. Minimal satu juta rupiah. Kalau untuk foto lain atau syuting bisa dikenakan biaya satu setengah sampai dua juta rupiah. Aturan ini sudah diinformasikan dari resepsionis di depan. Kalau mau bawa kamera, harus lapor dulu, nanti dibuatkan kwitansi dan distempel,” jelas HA.
Kebijakan ini pun menuai tanda tanya di kalangan pengunjung, apakah wajar sebagai bentuk aturan internal, atau justru merugikan pengunjung yang datang untuk berlibur.(Tim/Red)